AKLIMATISASI,
PENYESUAIAN DIRI DAN POLA
PERILAKU
HEWAN
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Ekologi Hewan
Yang dibimbing oleh Ibrohim
Oleh :
Nikmatur Rizka (110342404671)
Off G/2011
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN
BIOLOGI
Mei
2013
A. Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan suatu upaya penyesuaian fisiologis atau adaptasi dari suatu organisme terhadap suatu lingkungan baru yang akan dimasukinya. Hal ini didasarkan pada kemampuan organisme untukdapat
mengatur morfologi, perilaku, dan jalur metabolisme biokimia di dalam tubuhnya untuk menyesuaikannya dengan lingkungan. Beberapa kondisi yang pada umumnya disesuaikan adalah suhu
lingkungan, derajat
keasaman (pH), dan kadar oksigen. Proses penyesuaian ini berlangsung dalam waktu yang
cukup bervariasi tergantung dari jauhnya perbedaan kondisi antara lingkungan
baru yang akan dihadapi, dapat berlangsung selama beberapa hari hingga beberapa
minggu (Rittner,2005).
Aklimatisasi adalah sistem pelatihan
atletik dimana tubuh dipaksa untuk mengkompensasi tekanan dari kondisi iklim
yang baru atau berbeda. Melalui kompensasi, tubuh mampu mentoleransi tekanan
fisik seperti dengan cara yang lebih efisien, dan atlet biasanya akan mencapai
kinerja fisik yang lebih baik. Toleransi dikembangkan untuk kondisi pelatihan
tertentu umumnya akan menghasilkan hasil yang lebih baik kompetitif, dalam
kompetisi di mana kondisi iklim yang ada pelatihan, serta di lingkungan atlet
terbiasa.
Perubahan musiman
merupakan satu konteks dimana penyesuaian fisiologis terhadap kisaran baru suhu
lingkungan menjadi penting. Penyesuaian fisiologis terhadap kisaran baru suhu
eksternal terdiri atas banyak tahap. Hal ini bisa melibatkan perubahan dalam
mekanisme yang mengontrol suhu seekeor hewan. Aklimatisasi juga bisa melibatkan
penyesuaian nditingkat seluler. Sebagai contoh, sel-sel bisa meningkatkan
produksi enzim tertentu yang membantu mengkompensasi rendahnya aktivitas
masing-masing molekul enzim tersebut pada suhu yang tidak optimum.
B. Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri
merupakan suatu konstruksi/bangunan psikologi yang luas dan komplek, serta
melibatkan semua reaksi individu terhadap tuntutan baik dari lingkungan luar
maupun dari dalam diri individu itu sendiri. Dengan perkataan lain,
masalah penyesuaian diri menyangkut aspek kepribadian individu dalam
interaksinya dengan lingkungan dalam dan luar dirinya (Desmita, 2009:191).
Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri
Menurut Gunarsa (dalam Sobur,
2003:529) bentuk-bentuk penyesuaian diri ada dua antara lain:
a. Adaptive
Bentuk
penyesuaian diri yang adaptive sering dikenal dengan istilah adaptasi. Bentuk
penyesuaian diri ini bersifat badani, artinya perubahan-perubahan dalam proses
badani untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan. Misalnya,
berkeringat adalah usaha tubuh untuk mendinginkan tubuh dari suhu panas atau
dirasakan terlalu panas.
b. Adjustive
Bentuk
penyesuaian diri yang lain bersifat psikis, artinya penyesuaian diri tingkah
laku terhadap lingkungan yang dalam lingkungan ini terdapat aturan-aturan atau
norma. Misalnya, jika kita harus pergi ke tetangga atau teman yang tengah
berduka cita karena kematian salah seorang anggota keluarganya, mungkin sekali
wajah kita dapat diatur sedemikian rupa, sehingga menampilkan wajah duka,
sebagai tanda ikut menyesuaikan terhadap suasana sedih dalam keluarga tersebut.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi Penyesuaian Diri
Faktor-faktor
yang mempengaruhi penyesuaian diri antara lain (Enung dalam Nofiana, 2010:17):
1.
Faktor Fisiologis. Struktur jasmani merupakan kondisi
yang primer dari tingkah laku yang penting bagi proses penyesuaian diri
2.
Faktor Psikologis. Banyak faktor psikologis yang
mempengaruhi penyesuaian diri antara lain pengalaman, aktualisasi diri,
frustasi, depresi, dsb.
Penyesuaian diri hewan dibedakan menjadi dua, yaitu penyesuain bentuk
tubuh terhadap lingkungan dan penyesuaian tingkah laku terhadap lingkungan.
1.
Penyesuaian Bentuk Tubuh terhadap Lingkungan
Untuk dapat
bertahan hidup, setiap makhluk hidup harus mempunyai bentuk dan fungsi
tubuh yang paling sesuai dengan kondisi lingkungannya. Dengan adaptasi
yang dilakukannya, hewan dapat memperoleh makanan dan mampu melindungi
diri dari musuhnya. Berikut ini contoh beberapa hewan yang menyesuaikan bentuk
tubuhnya terhadap lingkungannya.
Burung
memiliki bentuk kaki yang berbeda-beda disesuaikan dengan tempat hidupnya dan
jenis mangsa yang dimakannya. Berdasarkan lingkungan dan jenis makanan yang
dimakannya, bentuk kaki burung dikelompokkan menjadi lima, seperti pada tabel berikut.
Tabel Berbagai Bentuk Kaki Burung
Bentuk paruh burung juga beraneka ragam. Keanekaragaman bentuk paruh burung sesuai dengan jenis makanannya. Perhatikan keanekaragaman bentuk paruh burung pada tabel
b. Serangga
Untuk memperoleh makanannya,
serangga memiliki cara tersendiri. Salah satu bentuk penyesuaian dirinya adalah
bentuk mulut yang bebedabeda sesuai dengan jenis makanannya. Bedasarkan jenis
makanan yang dimakannya, jenis mulut serangga dibedakan menjadi empat, yaitu
mulutpengisap, mulut penusuk, mulut penjilat, dan mulut penyerap.
Mulut pengisap pada serangga
bentuknya seperti belalai yang dapat digulung dan dijulurkan. Contoh serangga
yang memiliki mulut pengisap adalah kupu-kupu. Kupu-kupu menggunakan mulut
pengisap untuk mengisap madu dari bunga.
Mulut penusuk dan penghisap pada
serangga memiliki ciri bentuk yang tajam dan panjang. Contoh serangga yang
memiliki mulut penusuk dan penghisap adalah nyamuk. Nyamuk menggunakan mulutnya
untuk menusuk kulit manusia kemudian menghisap darah. Jadi, selain mulutnya
berfungsi sebagai penusuk juga berfungsi sebagai pengisap.
Mulut penjilat pada serangga
memiliki ciri terdapatnya lidah yang panjang dan berguna untuk menjilat makanan
berupa nektar dari bunga, contoh serangga yang memiliki mulut penjilat adalah
lebah.
Mulut penyerap pada serangga
memiliki ciri terdapatnya alat penyerap yang mirip spons (gabus). Alat ini
digunakan untuk menyerap makanan terutama yang berbentuk cair. Contoh serangga
yang memiliki mulut penyerap adalah lalat.
c. Unta
Unta hidup
di daerah padang pasir yang kering dan gersang. Oleh karena itu bentuk tubuhnya
disesuaikan dengan keadaan lingkungan padang pasir. Bentuk penyesuaian diri
unta adalah adanya tempat penyimpanan air di dalam tubuhnya dan memiliki punuk
sebagai penyimpan lemak. Hal inilah yang menyebabkan unta dapat bertahan hidup
tanpa minum air dalam waktu yang lama.
2.
Penyesuaian Tingkah Laku terhadap Lingkungan
Beberapa
jenis hewan ada yang menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara mengubah
tingkah laku. Cara ini selain untuk mendapatkan makanan juga untuk melindungi
diri dari musuh atau pemangsa.
Bunglon
dapat merubah warna kulitnya sesuai dengan warna tempat ia berada. Ketika
berada di pohon yang berwarna coklat maka tubuh bunglon akan berrwarna coklat.
Begitu juga ketika ia berada di pohon yang berwarna hijau maka tubuhnya akan
berwarna hijau. Perubahan warna tubuh pada bunglon disebut mimikri. Hal ini
merupakan bentuk penyesuaian diri agar ia terlindung dari musuhnya.
b.
Kalajengking
Kalajengking
melindungi dirinya dari musuh dengan menggunakan sengatnya. Sengatnya ini
mengandung racun yang dapat membunuh musuhnya. Selain kelajengking, hewan lain
yang menggunakan zat racun untuk melindungi dirinya dari serangan musuh adalah,
kelabang, lebah, dan ular.
Cumi-cumi
melindungi diri dari musuhnya dengan cara menyemburkan cairan, seperti tinta ke
dalam air. Hal ini menyebabkan musuh yang menyerangnya tidak dapat melihatnya
dan ia dapat berenang dengan cepat untuk menghindari musuhnya tersebut.
Siput
memiliki pelindung tubuh yang keras dan kuat yang disebut cangkang. Hewan jenis
ini melindungi diri dari musuhnya dengan cara memasukkan tubuhnya kedalam
cangkang. Selain siput, kura-kura, dan penyu juga memiliki cangkang yang
digunakan untuk melindungi diri dari musuhnya.
Untuk
melindungi diri dari serangan musuh, cecak memutuskan ekornya. Bagian ekor yang
putus ini dapat bergerak-gerak sehingga mengalihkan perhatian musuhnya. Saat
itulah ia pergi melarikan diri. Kemampuan cicak ini disebut autotomi. Selain
cicak, kadal kepiting, udang, bintang laut, laba-laba, cumi-cumi, dan gurita
juga mampu melakukan autotomi
Paus adalah mamalia yang hidup di air.
Seperti hewan mamalia yang lain, walaupun hidup di air paus bernapas menggunakan
paru-paru. Padahal paru-paru tidak dapat mengambil oksigen dari air. Paus dan
semua mamalia yang hidup di air, kurang lebih tiap tiga puluh menit muncul ke
permukaan air untuk menghirup oksigen. Mungkin kalian pernah melihat bagaimana
perilaku paus lewat siaran televisi. Ketika muncul ke permukaan air laut, paus
mengeluarkan sisa pernapasan berupa karbondioksida dan uap air yang sudah jenuh
dengan air sehingga terlihat seperti air mancur. Setelah itu paus menghirup
udara sebanyak-banyaknya sehingga paru-parunya penuh dengan udara.
C. Pola Perilaku Hewan
Semua organism memiliki
perilaku. Perilaku merupakan bentuk respons terhadap kondisi internal dan
eksternalnya. Suatu respons dikatakan perilaku bila respons tersebut telah
berpola, yakni memberikan respons tertentu yang sama terhadap stimulus
tertentu. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktivitas suatu organisme
akibat adanya suatu stimulus. Dalam mengamati perilaku, kita cenderung untuk
menempatkan diri pada organisme yang kita amati, yakni dengan menganggap bahwa
organisme tadi melihat dan merasakan seperti kita.
Seringkali suatu
perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis (perilaku bawaan lahir atau innate
behavior), dan karena akibat proses belajar atau pengalaman yang dapat
disebabkan oleh lingkungan. Pada perkembangan ekologi perilaku terjadi
perdebatan antara pendapat yang menyatakan bahwa perilaku yang terdapat pada
suatu organisme merupakan pengaruh alami atau karena akibat hasil asuhan
atau pemeliharaan, hal ini merupakan perdebatan yang terus berlangsung. Dari
berbagai hasil kajian, diketahui bahwa terjadinya suatu perilaku disebabkan
oleh keduanya, yaitu genetis dan lingkungan (proses belajar), sehingga terjadi
suatu perkembangan sifat.
Ilmu
perilaku hewan, ilmu perilaku satwa atau juga disebut etologi (dari bahasa Yunani:, ethos,
"karakter"; dan -logia) adalah suatu cabang ilmu zoologi yang
mempelajari perilaku atau tingkah laku hewan, mekanisme serta faktor-faktor penyebabnya.
Jenis -
Jenis Pola Perilaku Hewan
Jenis prilaku yang terdapat pada
hewan ada dua macam, yaitu:
1)
Prilaku bawaan (Innate Behaviour)
Prilaku yang
dikendalikan secara genetik. Jenis-jenis dari prilaku bawaan adalah gerakan
refleks yang merupakan bentuk sederhana dari prilaku bawaan dan insting yang
merupakan bentuk kompleksnya (McLAren & Rotundo, 1985)
2)
Prilaku hasil pembelajaran (Learned Behaviour)
Prilaku
hasil pembelajaran berdasarkan pengalaman yang didapatkan organisme dan
menghsilkan perubahan prilaku. Prilaku ini tidak dibedakandari jenis gen pada
organisme. Pembelajaran di dapatkan melalui adaptasi pada perubahan (McLaren
& Rotundo, 1985).
Jenis -
Jenis Perilaku Bawaan
Adapun jenis-jenis dari perilaku
bawaan yaitu Taksis, Refleks, Naluri, Perilaku Ritme dan Jam Biologis.
1.
Taksis: Bereaksi terhadap stimulus dengan
bergerak secara otomatis langsung mendekati atau menjauh dari atau pada sudut
tertentu terhadapnya. Macam-macam taksis: kemotaksis, fototaksis,
magnetotaksis.
2.
Refleks: Respon bawaan paling sederhana yang
dijumpai pada hewan yang mempunyai system saraf. Refleks adalah respon otomatis
dari sebagian tubuh terhadap suatu stimulus. Respon terbawa sejak lahir,
artinya sifatnya ditentukan oleh pola reseptor, saraf, dan efektor yang
diwariskan.
Contoh:
refleks rentangan.
Mesin refleks
rentang memberikan mekanisme pengendalian yang teratur dengan baik, yang:
1. Mengarahkan
kontraksi refleks otot
2. Menghambat
kontraksi otot-otot antagonis
terus-menerus
memonitor keberhasilan yang dengannya perintah-perintah dari otak diteruskan,
dan dengan cepat dan secara otomatis membuat setiap penyesuaian sebagai
pengganti yang perlu.
3.
Naluri: Pola perilaku kompleks yang,
sebagaimana refleks, merupakan bawaan, agak tidak fleksibel, dan mempunyai
nilai bagi hewan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Naluri lebih
rumit dibandingkan dengan refleks dan dapat melibatkan serangkai aksi.
Pelepas
Perilaku Naluriah: sekali tubuh siap di bagian dalam untuk tipe perilaku
naluriah tertentu, maka diperlukan stimulus luar untuk mengawali respon.
Isyarat yang memicu aksi naluriah disebut pelepas (release). Begitu respon
tertentu dilepaskan, biasanya langsung selesai walaupun stimulus efektif segera
ditiadakan.
Isyarat
kimia, yaitu feromon, berfungsi sebagai pelepas penting pada serangga sosial.
4.
Perilaku Ritme dan Jam Biologis: perilaku
berulang-ulang pada interval tertentu yang dinyatakan sebagai ritme atau
periode. Daur perilaku ritme dapat selama dua jam atau setahun.
Jenis-Jenis
Perilaku Terajar
Perilaku
terajar adalah perilaku yang lebih kurang diperoleh atau dimodifikasi secara
permanen sebagai akibat pengalaman individu.
Perilaku terajar terdiri dari :
1.
Kebiasaan: hampir semua hewan mampu belajar
untuk tidak bereaksi terhadap stimulus berulang yang telah dibuktikan tidak
merugikan. Fenomena ini dikenal sebagai kebiasaan (habituasi) dan merupakan
suatu contoh belajar sejati.
2.
Keterpatrian/Tanggap Tiru Imprinting: Merupakan
salah satu contoh belajar yang khusus dan nyata. Contoh: jika seekor anak angsa
yang baru menetas dihadapkan pada sebuah benda yang dapat bergerak dan
mengeluarkan bunyi yang dapat terdengar, hewan itu akan mengikutinya
sebagaimana mereka mengikuti induknya, Waktu penghadapan cukup kritis, karena
jika dilakukan beberapa hari setelah menetas, keterpatrian tidak terjadi.
Keterpatrian ini dikenal berkat penelitian Konrad Lorenz (Asnardin, 2011).
3.
Respon yang Diperlazimkan: merupakan
perilaku terajar yang paling sederhana, yang pada dasarnya adalah respon
sebagai hasil pengalaman, disebabkan oleh suatu stimulus yang berbeda dengan
yang semula memicunya. Ivan Pavlov, fisiologiawan Rusia, dalam penelitiannya
dengan anjing menemukan bahwa jika anjing diberi makanan pada mulutnya, ia akan
mengeluarkan air liur yang mungkin merupakan refleks bawaan yang melibatkan
kuncup rasa, neuron sensori, jaring-jaring neuron di otak, dan neuron motor
yang menuju kelenjar ludah. Pavlov kemudian menemukan jika pada saat meletakkan
makanan di mulut anjing ia membunyikan bel, anjing selanjutnya akan berliur
setiap kali anjing tersebut mendengar bel. Hal ini merupakan respon yang
diperlazimkan. Anjing telah belajar bereaksi terhadap stimulus pengganti, yaitu
stimulus yang diperlazimkan.
Percobaan
mengenai pelaziman telah banyak memberi keterangan tentang proses belajar pada
manusia. Pelaziman terjadi paling cepat bila (1) stimulus yang bukan
diperlazimkan dan stimulus yang diperlazimkan sering diberikan bersama-sama,
(2) tidak ada pengalihan perhatian, dan (3) diberikan semacam hadiah/imbalan
untuk penampilan/prestasi yang berhasil terhadap respon bersyarat tadi
(Asnardin, 2011).
4.
Pelaziman Instrumental: Prinsip
pelaziman dapat dipakai untuk melatih hewan melakukan tugas yang bukan
pembawaan lahir. Dalam hal ini, hewan ditempatkan pada suatu keadaan sehingga
dapat bergerak bebas dan melakukan sejumlah kegiatan perilaku yang
berlain-lainan. Peneliti dapat memilih untuk memberi imbalan hanya pada
perilaku tertentu. Latihan ini dikenal sebagai pelaziman instrumental
atau pelaziman operan (istilah kedua diberikan oleh psikolog B.F.
Skinner yang terkenal karena dapat melatih merpati untuk bermain pingpong dan
bermain piano mainan) (Asnardin, 2011).
5.
Motivasi: Diantara kebanyakan hewan, motivasi
(terkadang disebut juga dorongan) dihubungkan dengan kebutuhan fisiknya. Seekor
hewan yang haus akan mencari air dan yang merasa lapar akan mencari makanan.
Kepuasan terhadap dorongan merupakan kekuatan motivasi dibalik perilaku hewan
tersebut. Sebagian besar perilaku spontan hewan-hewan ini merupakan akibat
usaha memelihara homeostasis. Banyak diantara dorongan ini bersumber dalam
hipotalamus. Dalam semua kasus, hipotalamus mengawali respon yang berakibat
penurunan dorongan tersebut, dan dapat pula menghambat beberapa di antara
respon tadi bila titik kepuasan tercapai.
Pada manusia, sebagian besar
perilaku terhadap keinginan memuaskan kebutuhan fisik, tidak selalu dapat
diterangkan seperti keterangan di atas. Banyak kegiatan yang dilakukan
kendatipun tidak ada imbalan atau hukuman luar yang didapatkan. Melakukan
proses (kegiatan) itu sendiri sudah merupakan imbalan. Simpanse dan manusia
juga kadang mau bekerja untuk tujuan yang belum tampak (Asnardin, 2011).
6.
Konsep: Kebanyakan hewan memecahkan masalah
dengan mencoba-coba. Selama ada motivasi yang memadai hewan akan mencoba setiap
alternatif dan secara bertahap, melalui kegagalan dan keberhasilan yang
berulang, belajar memecahkan masalahnya. Manusia umumnya tidak sekedar belajar
dengan cara mencoba-coba. Bila dihadapkan pada suatu masalah, manusia mungkin
melakukan satu atau dua usaha sembarang sebelum “berhasil” memecahkannya.
Respon ini disebut wawasan.
Wawasan
mencakup menanamkan hal-hal yang telah dikenal dengan cara-cara baru. Jadi
merupakan tindakan kreatif sejati. Wawasan juga bergantung pada perkembangan
konsep atau prinsip.
Pemecahan
masalah dengan menggunakan konsep melibatkan suatu bentuk penalaran. Ada dua
proses pemikiran berlainan namun berkaitan yang terlibat, yaitu penalaran
induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif berarti mempelajari prinsip
umum dari pengalaman dengan situasi khusus dan jelas. Penalaran deduktif,
menerapkan prinsip umum pada situasi khusus yang baru (Asnardin, 2011).
7.
Memori: Belajar bergantung kepada memori
(ingatan). Jika organisme bermaksud memodifikasi perilakunya dari pengalaman,
maka ia harus mampu mengingat-ingat apa pengalamannya itu. Sekali sesuatu
dipelajari, maka memori diperlukan agar yang dipelajarinya itu tetap ada.
Ada dua
teori dasar tentang memori. Yang pertama menyatakan bahwa memori merupakan
proses dinamik. Menurut teori ini, sensasi menimbulkan impuls saraf, yang
kemudian beredar untuk jangka waktu tak terbatas melalui jaring-jaring neuron dalam
sistem saraf pusat. Hal ini memungkinkan karena jaring-jaring interneuron yang
amat luas dalam serebrum manusia. Teori dinamik ini ditunjang oleh fakta yang
menakjubkan bahwa belum pernah ditemukan daerah khusus dalam otak manusia untuk
penyimpanan memori yang lama. Teori yang kedua mengatakan bahwa setiap
sensasi yang diingat kembali mengakibatkan sedikit perubahan fisik yang
permanen di dalam otak. Beberapa biologiwan mengemukakan bahwa memori mungkin
disimpan dalam kode kimiawi di dalam otak. Beberapa memperhatikan RNA, beberapa
memperhatikan protein, sebagai substansi yang menyandikan memori. Masih terlalu
dini untuk menyatakan apa sifat memori itu. Bisa jadi proses dinamik maupun
perubahan fisika-kimia terlibat didalamnya (Asnardin, 2011).
Perolehan
memori terjadi paling sedikit dalam dua langkah yang berbeda. Pada manusia,
kerusakan pada lobus temporal dapat mengakibatkan hilangnya kemampuan mengingat
pengetahuan baru selama kira-kira satu jam lebih. Kerusakan seperti itu tidak
berpengaruh pada memori yang diperoleh dalam tahun-tahun sebelum kerusakan
terjadi. Penderita sakit jiwa yang menjalani pengobatan kejutan listrik tidak
mengingat-ingat kejadian yang berlangsung sejenak sebelum perlakuan tersebut,
tetapi memori tentang peristiwa sebelumnya tidak terhalang (Asnardin, 2011).
Daftar
Pustaka
Rittner D, Bailey RA.
2005. Encyclopedia of Chemistry. Facts on File: AS
Biologi Jilid 3 edisi
5. Tanpa tahun. Jakarta: Erlangga
Alex Sobur, 2003. Psikologi Umum.
Bandung : Pustaka Setia
Desmita, 2009. Psikologi
Perkembangan. Bandung : Remaja Rosda Karya
Kartini Kartono, 2002. Psikologi
Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta
Nofiana
Sari, 2010. Pengaruh rasa percaya
diri dan penyesuaian diri terhadap kemampuan berinteraksi socia.
Madiun: BK FIP IKIP PGRI Madiun (Online) http://www.kajianpustaka.com/2013/01/teori-penyesuaian-diri.html#ixzz2SP0xQ6gj diakses tanggal 5 Mei 2013
Asnardin,
2011. Pola Perilaku Hewan (Online)
http://blog.student.uny.ac.id/pelangilova/2010/10/11/perilaku-binatang/ diakses
tanggal 5 Mei 2013
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusIzin copas ya, buat tugas makalah sy. makasih sebelumnya
BalasHapusIzin copy materinya untuk keperluan tugas
BalasHapus